Petang itu, diri ini sontak langsung terdiam, terasa sesak di
dada, seolah tidak bernafas. Terbayang akan kejadian setahun lalu akan diri ini
yang menjadi seorang pecundang kehormatan, mengundurkan diri dari sebuah
transisi besar. Dan kali ini dia yang di perjuangkan olehnya utuk menmepuh
impiannya itu, Meneruskan tongkat kehormatan keluarga besar kami, satu satunya
penerus kehormatan di keturunan ke tiga.
Cerita ini bukan cerita cinta, bukan tentang persahabatan,
atau persaudaraan. Namun cerita ini tentang masa depan, masa depan akan
kehormatan dan kemuliaan keluarga kami. Diri ini merasa sangat malu, sungguh
sangat malu akan dirinya yang jika nanti berhasil yang akan menjadi kebanggaan
keluarga kami seumur hidup. Tadinya akulah yang akan menjadi seperti itu, namun
karena ketakutan ku, sekarang ia yang mencobanya.
Ini seperti terlalu menekan ku. Ia yang sedang berusaha
menjadi keturnan ketiga keluarga ini yang akan menjadi ******* dan sepanjang hidup pula ia akan dibanggakan
nantinya oleh keturunan kami berikutnya.
aku yang terlahir dalam keluarga berdarah ******* memaksa
kami para laki laki keturunan ketiga untuk menjadi penerus mereka. jujur dalam
hatiku yang teramat dalam masih banyak kebimbangan diriku untuk menjadi bagian
dari mereka. menjadi seseorang yang di sebut ******* namun di sisi lain ketika
aku melihat yang lainnya menjadi seperi itu seolah ini menjadi tekanan yang
tiada hentinya bagiku, ini memukul ku. Aku yang selalu berusaha mencoba memperbaiki
masa depanku untuk kelangsungan hidupku dan kedua orangtuaku, dan pada saat itu
pula mereka menekan ku untuk menjadi yang seperti mereka inginkan, seolah
meneruskan tongkat kehormatan keluarga kami.
Sungguh aku gundah gulana. Tercekik hina memikirkan apa yang
harus aku lakukan atas ini semua. Bukan karena aku iri ataupun sirik dengan
dirinya yang sedang menjalain masa tranfomasi itu, namun sedih melihat diriku
yang masih bimbang dan ragu dalam melangkahkan kaki akan masa depan ku. Masa
depan kehidupan kedua orangtua ku. Mereka yang mengharapkan ku untuk menjadi
penerus kehormatannya. Seperti yang mereka impikan
Ini terus berlangsung hingga sekarang. Hingga saat aku telah
berkuliah di salahsatu Universitas terbaik di negeri ini. hingga aku telah banyak
mengkorbankann usia ku, hingga sudah berkepala dua sekarang. sungguh ini sangat
menyiksa ku perlahan.
Apa yang aku lakukan jika...
Apa yang harus aku lakukan? Aku tahu itu akan menjadi sebuah
cambukan besar bagi kedua orang tuaku. Tekanan bagi mereka karena aku lelaki
satu satunya yang mereka miliki, tidak bisa meneruskan tongkat kehormatan
keluarga ini. Aku malu. Aku tersiksa. Aku rapuh. Aku takut. Dan aku bingung akan
apa yang harus ku perbuat.
Sungguh doa ku ini sangat jahat akan dirinya yang sedang dalam
proses transisi itu. Aku tidak menginginkannya mendapatkan kehormatan itu.
Sehingga biar semua anak laki laki di keturunan ketiga keluarga ini tidak ada
yang bisa menjadi seperti itu. Tidak akan ada yang di unggulkan. Dan tidak akan
ada yang akan di rendahkan.
Ohtuhan tolonglah
diriku.
Ampunilah aku atas doa jahat ku ini.
Sungguh aku menjadi orang yang paling jahat mendoakan saudara
sepermainan kecil ku dulu seperti ini.
Namun apa daya. Ini memang untuk kebaikan kita bersama.
Kebaikan ku, kebaikan orangtua ku, kebaikan abang mu, kebaikan keluarga besar kita, dan kebaikan laki
laki di keturunan ke tiga.