Translate

Senin, 03 Maret 2014

APA BAHAGIA INI ILUSI? #7month7something

Hari ini adalah bulan ke-7 aku mengenal dekat dirinya. Seseorang yang bagi ku adalah  sebuah bahagia. Namun aku tidak terlalu mengerti dan benar benar mengerti, apakah benar ini bahagia, atau hanya ilusi semata. Ya memang ini hari menginjak bulan ke-7 terhitung sejak hari ulangtahunnya. Dirinya yang ku kenal beberapa bulan ini memberikan banyak cerita, kisah, dan untaian kasih kedalam hidup ku. Bagi ku, tidak mudah untuk mengaku jatuh cinta. Namun tidak untuk dirinya. 

Semejak cinta lama ku yang kandas di tengah jalan 2 tahun lalu. Hanya dia yang mampu membuat jantung ini berdetak kembali, hanya dia yang mampu membuat darah di dalam sanubari ku mengalir, laksana alam yang senantiasa memberikan segala kelimpahan nikmat dalam kehidupan. Aku yang hanya seorang diri dan berada didalam kesunyian di tengah keramaian, selalu membuka pintu selamat datang untuknya, untuk semua orang. Untuk membangkitkan ku yang sempat jatuh tersungkur di dalam lubang kenistaan lalu. Untuk membuat diriku mekar dan meronah serta memancarkan auraku yang dulu. Dan aku membutuhkan mentari untuk membantuku mengembangkan kelopak ku ini.

 “Mungkin dia adalah matahari ku”

 itulah pikir ku selama ini. Dan itulah yang membuatku mampu bertahan sejauh ini untuk mengejarnya. Lelah? Tidak sama sekali, karena aku mengetahui apa tujuan dan apa yang aku inginkan. Hanya dia.

Namun semua ini telah berjalan lama. 7 bulan adalah bukan waktu yang tidak sebentar untuk saling mengenal. Dan kami pun juga sering bertemu, kemanapun yang kami inginkan. Dia menjemputku di depan pintu gerbang belakang kampus ku. Itu adaah saat pertama dimana aku bertemu dan bertatapmuka dengannya. Dia adalah sosok yang dewasa bagiku. Di lihat dari usianya aku yakin akan dirinya yang mampu menghidupkan kembali hidup ku. Menjaga ku, dan menemani kesendirian ku. Berlari di tengah derasnya rintik hujan Kota Jakarta dengan mengendarai kuda besinya,  dan di tengah cahaya kilat dan halilintar yang menggelegar, ia berkata
“peluk eratlah aku, berlindunglah di pundakku sampai kamu merasa sedikit aman”
Masih teringat jelas di telingaku kalimat itu terucap. Masih jelas suasana dan dimana kami berada saat itu. Memang sesering kali kami berdua, entah mengapa hujan selalu datang menemani, entah itu hanya rintik hujan yang tipis kian romantis, atau derasnya air hujan nan berderai bak airmata ku ini.

Bercanda-tawa, menikmati detik yang berlalu begitusaja dibalut tawa ku yang lepas saat dengan dirinya, menjemput ku sepulang kuliah, dan seakan hanya ingin bertemu melihat senyumnya. Melihat mata bulatnya yang di bingkai oleh frame hitam berkaca bening dari sangat dekat. Memeluk erat dirinya seakan tak ingin ku lepaskan. Namun aku mash di dalam kesadaran ku, bahwa ia bukan milik ku seutuhnya... menikmati jajanan malam pinggir jalan Ibukota, seolah terpatri di dalam otak ku yang tidak mudah untuk di hilangkan. Apa itu kenangan? Tentusaja bukan. Itu bukannlah kenangan, karena kenangan itu adalah sesuatu yang telah  berakir. Dan aku selalu berdoa keada tuhan agar apa yang telah aku lalui dengannya tidak pernah berakir. Dan itu adalah doa yang selalu aku ucap di dalam untaian doa yang selalu aku panjatkan di setiap shalat ku.

Aku mencintainya. Namun itu tidak untuknya. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya dia mau dari semua ini, dan aku juga tidak tahu apa tujuannya melakukan ini semua. Di tengah kebimbangan ku akan itu, dia selalu menggengam erat tangan ini, seolah memberikan sejuta harapan untuk diri yang lemah ini. Dan saat itulah aku merasa nyaman. Masa bodoh dengan segala masa depan. Yang ku tahu kini adalah tetap seperti ini dan tidak pernah untuk menghilangkannya. Hingga waktu yang menjawabnya.


“aku tahu dia adalah sebuah sakit, 
dan aku seolah tidak ingin sembuh dari sakit yang menjerat ini”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.